
Pada dunia industrial oil dan gas, terdapat 2 sistem yang biasanya digunakan, yaitu sistem piping dan sistem pipeline. Bagi Anda yang awam atau baru masuk ke bidang oil dan gas, pasti menganggap bahwa kedua tersebut sama saja. Memang ada persamaan dari kedua sistem ini yaitu sama-sama menggunakan pipa untuk mengalirkan oil dan gas.
Lalu apa perbedaannya? Perbedaannya terletak pada luas daerah dan panjang pipa pada sistem tersebut. Pada sistem piping umumnya mengalirkan atau memindahkan oil dan gas di lokasi ON PLOT atau gathering station, sedangkan pada sistem pipeline luas daerah yang ditangani lebih luas daripada sistem piping.
Pada sistem pipeline ini punya peran untuk mengalirkan oil dan gas dari pusat atau sumur produksi ke gathering station (sistem piping) atau dari fasilitas upstream ke fasilitas midstream. Biasanya untuk sistem pipeline mengalirkan oil dan gas pada lokasi OFF PLOT dan jarak antar pipanya cukup jauh minimal 5 km. Ada 2 jenis yang umum pada sistem pipeline antara lain : liquid petroleum dan natural gas pipelines.
Jika Anda ingin mendesain suatu sistem perpipaan oil dan gas ada banyak hal yang harus diperhatikan karena cakupan pekerjaan pada bidang ini tak hanya melulu tentang pipa, tapi juga ada komponen-komponen yang berhubungan dengan pipa yaitu : Valve, Flange, Elbow, Reducer, gasket dan lain-lain. Berikut ini garis besar tentang bagaimana mendesain sistem perpipaan secara umum (baca detailnya disini) :
Standar Desain
Standar desain yang digunakan pertama-tama harus ditentukan karena standar untuk sistem liquid petroleum pipelines akan berbeda dengan natural gas pipelines.
Jenis, Tekanan, Suhu dan Besar Arus Fluida
Jika standar desain sudah ditentukan, maka sekarang anda harus memperhitungkan ketebalan material yang akan digunakan, besar diameter pada pipa dan komponen pipa lainnya juga bisa dilihat berdasarkan jenis, suhu, tekanan, dan besar arus dari fluida yang akan mengalir.
Standarisasi material harus anda pertimbangkan jika akan memilih material yang digunakan. Standar material yang dimaksud seperti material ASTM (American Society for Testing and Materials) atau ANSI (American National Standart Institute) pada flange.
Contoh pipa yang mengalirkan fluida hydrocarbon dengan suhu hingga -50 C, maka banyak yang menggunakan jenis pipa carbon steel dengan kode ASTM A 333. Sedangkan untuk aliran fluida hydrocarbon yang korosif dan bersuhu rendah maka pipa stainless steel dengan kode ASTM A 312 banyak digunakan.
Kemudian untuk fitting pipa, flange, valve dan komponen pipa lainnya dapat ditentukan berdasarkan hasil perhitungan dari tekanan dan besar arus fluida.

Jalur Pipa
Jika 2 hal penting diatas sudah ditentukan, mulailah mendesain bagaimana jalur pipa yang akan dibangun. Ada hal lain yang harus diperhitungkan saat menentukan jalur pipa yaitu efek perubahan suhu. Pipa dengan bahan apapun akan mengalami penyusutan atau pemuaian saat terjadi perubahan temperatur.
Maka dari itu diperlukan fleksibilitas pipa untuk bisa menyerap perubahan temperatur tersebut. Salah satu cara yang biasa digunakan oleh ahli yang berpengalaman adalah memperbanyak pemasangan loop atau belokan dengan elbow.
Biasanya desain sistem perpipaan yang telah selesai dibuat akan di input ke dalam komputer untuk dipraktekkan terhadap efek perubahan suhu. Jika sudah dipraktekkan menunjukkan hasil yang tidak bagus, maka Anda sebaiknya me-revisi desain jalur pipa tersebut. Selain 3 poin diatas yang sudah dibahas, Anda juga harus memperhatikan poin yang lain seperti Penopang Pipa (Pipe Support), Akses Untuk Operasi dan Pemeliharaan serta poin terakhir Ekonomis dan Kemudahan Konstruksi.
Semoga ulasan ini bisa menjadikan referensi untuk anda yang memang sedang mencari informasi mengenai sistem perpipaan pada oil dan gas. Untuk membeli kebutuhan komponen pipa yang lengkap dari berbagai brand eropa dan asia, Alvindo Catur Sentosa bisa menjadi pilihan untuk Anda, selain terletak di Jakarta, harga yang ditawarkan sangat kompetitif.